Entri Populer

Senin, 18 April 2011

Stigmisasi Islam Garis Keras


Peristiwa ledakan bom yang terjadi lagi. Bom meledak lagi di Masjid Polres Cirebon, setelah peristiwa Bom buku yang belum lama terjadi. Pada Jumat 15 April 2011 bom di Cirebn telah menewaskan seorang pria yang diduga sebagai pelaku peledakan bom. Sekitar 25 orang yang menjadi korban akibat ledakan tersebut masih menjalani perawatan di rumah sakit, satu di antaranya Kapolresta Cirebon AKBP Herukoco.  Peristiwa itu terjadi ketika sebagian besar umat muslim mulai memasuki masjid guna menunaikan salat Jumat. Mayoritas jamaah merupakan anggota kepolisian Polresta Cirebon.
Belakangan diketahui, saat jenazah pria yang diduga pelaku bom bunuh diri diangkat, ditemukan adanya sebuah tas pinggang yang menggelayut pada sisi kanan perut korban. Pelaku diperkirakan berusia 25 hingga 30 tahun. Tinggi berkisar 165-170 cm, mengenakan baju hitam, celana panjang hitam, jaket hitam, dan mengenakan sebuah tas pinggang. Fakta bahwa ledakan itu disebabkan bom bunuh diri saja sudah bikin berdiri. Sekarang masih ditambahi pula data usia pelaku yang memasrahkan jiwa raganya buat menghancurkan dan dihancurkan.
Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) pimpinan Abu Bakar Ba'asyir menyesalkan aksi bom bunuh diri di Masjid Az Dzikra, Mapolresta Cirebon. JAT menyebut tindakan tersebut sebagai aksi yang melanggar syariat.  "Jamaah Anshorut Tauhid mengambil sikap bahwa serangan bom ke dalam masjid dan jamaah yang sedang atau hendak salat adalah perbuatan haram. Bahkan kami menolak keras segala upaya yang mengatasnamakan perjuangan Islam namun tidak mengindahkan apalagi melanggar batas-batas syari'at Islam," kata juru bicara utama JAT, Abdul Rohim Ba’asyir, melalui siaran pers, pada hari senin 18 April 2011. Rohim menyebut peristiwa bom Cirebon sebagai salah satu upaya untuk memecah belah umat Islam. JAT memperingatkan kepada semua pihak agar tidak melanjutkan pikiran dan niat untuk mendiskreditkan Islam dan kaum muslimin demi tujuan untuk menimbulkan perpecahan bahkan persengketaan di kalangan kaum muslimin sendiri.
Siapa sih.. pria nekad yang meledakkan diri di tengah salat Jumat di Masjid Az Dzikra,  kompleks Mapolresta Cirebon, pada hari Jumat lalu, masih teka-teki.  Keterangan pers terakhir yang digelar Mabes Polri, masih menyisakan tanda tanya benarkah lelaki itu adalah MS alias Muchamad Syarif. Jika benar itu Syarif, apa motif dia meledakkan diri di sebuah masjid penuh polisi? Selain motif teror, polisi juga tidak mengenyampingkan motif pribadi. Ini menyangkut dugaan keterkaitan Syarif dengan meninggalnya Kopral Kepala Sutejo, 3 April 2011 lalu. Oleh polisi, dia telah dijadikan target.
Bom-bom diledakkan sepertinya masyarakat sudah bosan mendengar berita itu dan menganggap Islam garis keras yang melakukan itu.. Stigmatisasi Islam garis keras, kini sudah menjadi opini public padahal belum jelas apa sih definisi Islam garis keras. Tak ayal, beberapa organisasi Islam dituduh sebagai sarang teroris. sehingga Islam adalah agama yang menjadi momok bagi masyarakat luas. Masyarakat semakin mendikotomikan orang-orang yang mereka bilang sebagai “Islam garis keras” dengan komponen masyarakat yang lain. Suasana yang tidak sehat ini membuat banyak komponen masyarakat, baik itu di negara yang mayoritasnya adalah muslim maupun non-muslim, semakin takut mempelajari Islam. Padahal Indonesia mayoritas beragama Islam, tetapi takut terhadap mempelajari Islam. Islam garis keras atau banyak yang bilang fundamentalis atau radikalisme dalam Islam dianggap masyarakat sebagai suatu kelompok yang menakutkan, dan sebagian dari mereka hanya mengetahui Islam radikal berakar dari tokoh DI dan NII yakni Sekarmadji Kartosuwiryo..yang pernah memproklamirkan pada 7 Agustus 1949..dan bertentangan dengan Negara Kesatuan pimpinan Soekarno Hatta..sehingga tidak aneh dari zaman ke zaman dari sejarah Indonesia, Islam dianggap sebagai virus yang akan merubah sistem pemerintah yang sudah berjalan. Kita lihat saja zaman Soekarno hingga Soeharto, Islam diberangus habis.. ketika zaman Orde Baru, ada peristiwa Tanjung Priuk 24 September 1984 atau peristiwa Lampung  7 Februari 1989 yang telah membantai banyak umat Islam, dan dimana persatuan umat Islam pada waktu itu, tidak ada dari umat Islam yang berani memprotes..bahkan menuntut agar pelakunya dihukum..dan baru beberapa tahun kemudian peristiwa-peristiwa itu diangkat sebagai pelanggaran HAM .
Pembantaian terhadap Islam sering dilakukan pada Negara yang mayoritas beragama Islam, ironis sekali seperti tidak ada kekuatan. Hal ini karena ideologi dan sistem pemerintahan yang berpedoman dengan azas-azas yang mengadopsi Barat yang anti Islam..ditambah sistem ekonomi liberal…kita ingat zaman Orde Baru, dimana stabilitas politik lebih penting hingga dalam menjalankan perekonomian Negara tidak terganggu sehingga apa saja yang mengganggu roda pembangunan akan dibantai habis..memang strategi yang baik.. tapi jika saja atau andaikata Soeharto menjalankan sistemnya dengan mencontoh kepemimpinan Nabi Muhammad sebagai pemimpin Umat Islam maka kemungkinan ia tidak mengalami kehancuran yang tragis digulingkan oleh rakyatnya…Mayoritas lebih berkuasa daripada minoritas, orang awan pun tahu, tetapi mengapa kalah oleh suara minoritas yang mengusung symbol-simbol yahudi dalam semua sistem yang digunakannya..mereka hanya berkata, kita hidup diantara realita dimana ekonomi di atas segalanya..jika Yahudi, dan Amerika menguasai kita tidak bisa melawannya…itulah realita Indonesia yang hanya bangga memiliki mayoritas penduduk Bergama Islam..tapi tak berani menggunakan sistem yang digunakan oleh junjungan Nabi Muhammad S.A.W…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar